“Lompatan Kedua Ketua Umum PB PGRI”
Selasa, 20 Juni 2017 merupakan noktah soliditas kedua setelah audiensi dengan Presiden Jokowi pada tanggal 26 Oktober 2016 silam, semangat kebersamaan, loyalitas terhadap organisasi dan keseriusan dalam memperjuangkan nasib guru terpancar jelas pada wajah-wajah para pengurus yang mengemban amanah dari daerahnya masing-masing.
Sikap santun, elegan dan intelektualis menjadi gambaran nyata saat duduk rapih di aula lantai II Kantor Kemendikbud. Meski kelelahan menggurat di wajah-wajah mereka tetapi tetap sabar menanti kehadiran Bapak Menteri, tertib mengikuti paparan dari dirjen GTK tentang perjalanan panjang lahirnya PP 19 Tahun 2017 yang kemudian dilanjut dengan saling memperkenalkan diri.
Pukul 13.30 WIB, Mendikbud / Bapak Muhajir memasuki ruangan yang kemudian acara dipandu langsung oleh Ketua Umum PB PGRI, Ibu Unifah Rosyidi yang menyampaikan maksud dan Tujuan kedatangan kami yang tiada lain sebagai upaya untuk mempererat silaturahmi dengan Kemendikbud sebagai rumahnya para guru sekaligus menyampaikan apresiasi terhadap Pemerintah yang dalam hal ini Presiden dan Kemendikbud beserta jajarannya yang responsive untuk melakukan kaji ulang terhadap Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Ketua Umum PB PGRI secara tegas mengungkapkan berbagai permasalahan pendidikan khususnya terkait dengan nasib guru yang selama ini bermuara di PGRI sebagai organisasi guru, untuk itu ke depannya Kemendikbud dapat mengkomunikasikan berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan supaya PGRI tidak menjadi sasaran konflik atau terjebak dalam kebijakan yang dibuat oleh Kemendikbud, terutama Dirjen GTK yang merupakan embrio yang dilahirkan dari rahim perjuangan PGRI harusnya lebih dapat menjadi rumah aspirasi bagi para guru dan PGRI dalam mengurai berbagai permasalahan yang dihadapi oleh guru.
Sikap tegas PGRI terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Kemendikbud merupakan persoalan dan kajian serius bagi PGRI sehingga seluruh perwakilan provinsi maupun Kabupaten/Kota kemarin, Senin 19 Juni 2017 sepakat melaksanakan Rakornas di Hotel Fave dengan bahasan tentang PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, Rancangan Permendikbud tentang Beban Kerja Guru dan Rancangan Permendikbud tentang Asosiasi Guru Mata Pelajaran (AGMP). Hasil diskursus tersebut kemudian dibentuk Team Perumus yang terdiri dari 11 orang untuk menetapkan pointer tuntutan PGRI, mengingat banyak point-point yang dianggap tidak memiliki keberpihakan kepada guru serta adanya indikasi bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi dan pointer tersebut nantinya akan langsung diserahkan kepada Mendikbud di akhir acara.
Atas dasar temuan tersebut, PGRI bersifat terbuka untuk membantu Kemendikbud melalui peran aktifnya dalam memberikan masukan-masukan terhadap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Kemendikbud. PGRI memiliki tenaga-tenaga potensial muda dan tenaga-tenaga berpengalaman untuk dapat terlibat dalam merumuskan kebijakan yang akan digodok oleh Kemendikbud. Ketua Umum PB PGRI-pun berharap agar potensi yang dimiliki oleh PGRI dapat dimanfaat, jangan seperti kondisi saat ini dimana eksistensi PGRI tidak pernah dianggap bahkan mungkin akan diberangus oleh Kemendikbud jika rancangan AGMP diterbitkan. Harus diingat, bahwa PGRI bukan musuh pemerintah tetapi merupakan mitra bagi Pemerintah.
Terakhir Ketua Umum PB PGRI menutup paparannya dengan ungkapan semoga silaturahmi yang terjadi pada hari ini merupakan awal terjalinnya kemitraan yang harmonis antara PGRI dan Kemendikbud dalam rangka memajukan pendidikan nasional, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan guru di Indonesia.
Paparan selanjutnya adalah tanggapan Mendikbud terhadap hal-hal yang disampaikan oleh Ketua Umum PB PGRI yang dalam hal ini oleh penulis dibuat dalam bentuk pointer sebagai berikut :
1. Bahwa tidak ada alasan bagi Mendikbud untuk mengganggu PGRI
2. Bahwa gagasan Asosiasi itu muncul dari beliau dengan tujuan untuk meningkatkan peran guru agar guru menjadi pribadi seutuhnya atau mengorangkan mereka, bukan memberangus PGRI, Mendikbud saat ini hanya memberdayakan MGMP yang mungkin saja mereka juga sebagai anggota PGRI.
3. Ingatkan Kami, bahwa ke depannya Kemendikbud dalam membuat peraturan maka PGRI akan dilibatkan langsung dengan catatan bahwa jika nanti PGRI dilibatkan, maka harus aktif dalam berbagai kegiatan tersebut, jangan sampai hanya ingin terpampang nama.
4. Sebagai pejabat Publik, Mendikbud berpikir dalam tataran “Grand design” kepentingan public, jadi untuk tataran actual diharapkan PGRI dapat berperan aktif memberikan masukan, aspirasi dan menjadi control sosial yang baik, terutama saat ini Kemendikbud sedang berupaya untuk melacak permasalahan distribusi sertifikasi agar tidak terjadi dana silva, daripada jadi dana silva kan lebih baik jika uang tersebut diberikan kepada yang berhak. PGRI harus memberikan informasi agar distribus sertifikasi tersebut jangan sampai telat diterima oleh para guru.
5. Terkait dengan Permendikbud 23 Tahun 2017, itu bukan di hapuskan tetapi akan ditingkatkan menjadi PP, untuk itu Presiden memerintahkan kepada saya untuk lebih memperdalamnya agar Hari sekolah tersebut mampu memberikan percepatan terhadap program penguatan pendidikan Karakter.
Sesi berikutnya adalah pertanyaan atau tanggapan dari para audien dengan urutan sebagai berikut (mohon maaf jika kurang lengkap karena hanya pointer intinya ) :
Bapak Sudarto dari DIY yang memaparkan beberapa permasalahan terkait dengan
1. PP Nomor 19 Tahun 2017, Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 dan Rancangan Permendikbud tentang Asosiasi Guru Mata Pelajaran .
2. Adanya Tim Terpadu untuk berembug dalam penyusunan peraturan
3. Kemendikbud dapat duduk bersama dengan PGRI dalam merancang produk peraturan
Bapak Ali dari NTB/ Perwakilan Provinsi :
1. Bagaimana sebenarnya pandangan Kemendikbud terhadap PGRI sehingga munculnya Gagasan Asosiasi Guru Mata Pelajaran, padahal di PGRI sudah ada yang disebut dengan MGMP, APKS dan lainnya.
2. Organisasi Profesi yang seperti apa sebenarnya yang diinginkan oleh Kemendikbud sehingga muunculnya Asosiasi Guru Mata Pelajaran, padahal kita semua tahu bahwa PGRI sudah berdiri tegak mengawal pendidikan di Indonesia selama 71 tahun.
3. Tidak ada Presiden yang membentuk partai sendiri, dan Mendikbud melanggar aturan jika akan membentuk AGMP
4. Dan masih banyak PNS maupun non-PNS yang sertifikasinya belum terbayarkan.
Bapak Dudung Koswara dari Kota Sukabumi/Perwakilan Ko/Kab dengan point inti:
1. diharapkan bahwa Mendikbud tidak terlalu lurus dalam menyikapi permasalahan pendidkan/guru
2. Pemerintah diharapkan tidak menggaruk segala sesuatu yang tanpa regulasi, Pemerintah jangan sampai memutilasi PGRI
3. Masalah sertifikasi perlu dikaji lebih jauh agar jangan sampai karena kondisi tertentu bisa menyebabkan hak mereka tidak keluar, beliau memberikan ilustrasi tentang beberapa kejadian di Kota Sukabumi, cianjur dan daerah lain, tentunya daerah yang lainnya sehingga sertifikasi tersebut raib.
4. PGRI Menolak Asosiasi Guru Mata Pelajaran (AGMP) bentukan Kemendikbud karena itu merupakan cerminan pelanggaran terhadap UUD 1945 Pasal 28 E (ayat 3) tentang kebebasan berserikat.
Bapak Asrun (LKBH)
Dengan tegas mengatakan bahwa kalau PGRI menolak AGMP dan jika AGMP tetap akan dilaksanaka maka LKBH akan melakukan tuntutan karena AGMP bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Selanjutnya setelah penyerahan tentang rumusan PGRI, dilanjutkan dengan photo bersama dan acara selesai. (Budi Setia Baskara