jpnn.com, JAKARTA – Ketua Umum PB PGRI (Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia) Unifah Rosyidi mengaku tidak senang dengan solusi dari pemerintah agar honorer K2 tua menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui mekanisme tes.
Bu Uni, panggilan akrabnya, mengaku kecewa karena sesungguhnya bukan itu yang diinginkan seluruh guru honorer.
Namun, dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu merasa, dalam setiap perlobian, harus diambil keputusan yang kira-kira tidak terlalu merugikan. Baginya, ketimbang tidak mendapatkan apa-apa, solusi PPPK itu diterima dulu sebagai tahap awal, paling tidak untuk jangka pendek.
“PB PGRI tidak bisa mendesak Presiden Jokowi untuk mengangkat seluruh honorer K2 dan non K2 jadi PNS. Kami hanya mengusulkan. Bila usulan itu tidak diterima, kami harus cari solusi lain yang bisa menyelamatkan honorer tua,” terang Unifah kepada JPNN, Rabu (24/10).
Dalam perlobian, lanjutnya, ada tingkatan hasil yang diperoleh. Dan, sangat jarang keinginan atau suatu tuntutan dipenuhi semuanya. PB PGRI sudah berusaha meminta untuk diangkat 100 ribu PNS dari guru honorer.
Tuntutan itu diterima tapi ada syaratnya. Harus mengikuti aturan dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni, menjadi ASN PNS harus mengikuti aturan baik dari sisi usia dan wajib tes.
“Presiden sudah setuju angka 100 ribu. Kemudian diisi dari guru honorer yang memenuhi syarat UU ASN, apakah saya harus paksa presiden untuk mengabulkan permintaan PB PGRI untuk harus seluruh guru tanpa batasan usia? Ya kan tidak mungkin, memangnya PB PGRI itu apa sih. Kami bukan apa-apa di mata pemerintah,” tuturnya.
Meski begitu, PB PGRI terus mendekati presiden agar membuat kebijakan yang bisa melindungi guru honorer tua. Saat ini yang paling mungkin adalah PPPK karena tidak ada pembatasan usia. Presiden pun setuju syaratnya dipermudah walaupun tetap harus mengikuti aturan UU ASN.