SuaraGuru-Jakarta. Konsep Merdeka Belajar yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, terdapat empat komponen yang diatur, yaitu penilaian ujian sekolah berbasis nasional (USBN) secara komprehensif, perubahan sistem UN, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan penerapan sistem zonasi.
Untuk tahun 2020, UN tetap berlangsung dan tahun berikutnya akan mengikuti asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai syarat kelulusan. Perubahan ini berlandaskan dari program Merdeka Belajar yang digaungkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penentu kelulusan peserta didik merupakan satu dari empat kebijakan tersebut.
Menindaklanjuti keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim terkait penghapusan UN, Komite III DPD RI mengundang Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) diwakili oleh Prof. Dr. Supardi dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) diwakili KH. Z. Arifin Junaidi, Bambang Suryadi, Doni Kusuma, Kiki Yulianti guna membahas pengawasan atas pelaksanaan UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas terkait Penghapusan Ujian Nasional, Senin, (20/1/2020).
Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU), Komite III DPD-RI dibuka oleh Ketua Komite III, Bambang Sutrisno. Dilanjutkan penjelasan dari pihak BSNP terkait penghapusan UN ini, pihaknya belum diajak duduk bersama oleh Kemendikbud secara langsung terkait sistem baru pengganti UN.
Selama ini, UN terkesan hanya menilai aspek kognitif peserta didik saja dan tidak memedulikan kemampuan keterampilan. Saat ini, posisi UN yaitu sebagai quality control atau correct infectest bagi guru-guru dalam merefleksikan kinerjanya selama ini.
Gagasan penghapusan UN ini muncul karena selama ini membuat peserta didik menjadi stres. Sistem menghafal terlalu memberatkan siswa, ditambah lagi bentuk soal pilihan ganda yang tidak mengembangkan cara berpikir akan diubah ke dalam bentuk esai. Padahal dengan menggunakan esai lebih memberatkan siswa dan membuat tingkat stres meningkat. Ke depannya UN tidak untuk semua kelas dan tidak setiap tahun dilaksanakan, imbuh Bambang Suryadi.
Prof. Dr. Supardi menyatakan setuju dengan adanya revisi UN, namun yang terpenting tidak hanya berganti nama saja, dan kami masih menunggu bentuk kongkritnya itu seperti apa. Yang perlu terkait revisi UN adalah kita perlu membedakan antara evaluasi pendidikan dan evaluasi hasil belajar. Dimensi hasil belajar yang tertinggi adalah kreasi, diikuti mencipta, dan mengevaluasi. Guru-guru perlu memahami standar kompetensi lulusan, standar lainnya untuk mendukung pencapaian SKL.
Terdapat peningkatan hasil UN secara nasional dari tahun ke tahun, tetapi masih di bawah 5.5. Sejauh ini UNBK sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Berdasarkan analisis UNBK yang ada saat ini dan manajemen tindak lanjutnya, PGRI memandang positif terhadap ide Mendikbud terkait model UN baru 2021 berbasis literasi dan numerasi.
Hanya saja yang terpenting bagaimana langkah dan upaya tindak lanjut, ditinjau dari aspek yuridis, manajemen, maupun implementasinya dengan kondisi SDM guru dan tata kelola kebijakan pendidikan saat ini, jelas Bambang Sutrisno. (wdy/CNO)