Suara Guru – Polemik yang tengah hangat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait kebijakan baru yang dikeluarkannya. Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dihentikan penyalurannya kepada guru-guru di satuan pendidikan kerjasama (SPK) yang telah bersertifikat. Hal demikian dinilai intoleran.
Perlu diketahui SPK adalah satuan pendidikan yang dikelola atas dasar kerjasama antara Lembaga Pendidikan Asing yang terakreditasi pada jalur formal sesuai perundang-undangan. Sekolah dengan embel-embel SPK telah tersebar di seluruh Indonesia, jumlahnya kini sekitar 300-an unit SPK.
Regulasi mengenai penyetopan dana TPG bagi guru di sekolah SPK tertuang dalam Peraturan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Nomor 5745/B.B1.3/HK/2019 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen GTK Kemendikbud Supriano.
Prof. Dr. Unifah Rosyidi selaku Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia angkat bicara saat ditemui di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020). Artinya tidak boleh diskriminasi kalau sifatnya pelayanan kepada siswa, jelas Unifah. Sejauh ini baik guru di sekolah negeri maupun swasta dengan label SPK memiliki tugas dan fungsi yang sama baik hak maupun kewajiban.
Lantas apa yang menjadi dasar sehingga guru yang mengajar di sekolah SPK tidak mendapatkan TPG?
Seharusnya jika persyaratan untuk memperoleh TPG terpenuhi, maka guru berlabel SPK berhak mendapatkannya. Syarat utama untuk memperoleh TPG sesuai UU Guru dan Dosen yaitu dengan adanya sertifikat profesi yang mewajibkan guru mengajar 24 jam dalam sepekan. Tidaklah perlu adanya pembeda seperti ini antara sekolah dengan label SPK dan yang bukan dalam memperoleh TPG. (wdy/CNO)