Kemah Bakti Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) baru saja selesai dilaksanakan di Banjarnegara (12-13 Agustus 2023). Kegiatan ini dilaksanakan atas kerjasama Pengurus Besar PGRI, PGRI Provinsi Jawa Tengah, PGRI Kabupaten Banjarnegara, dan Kemenko PMK. Sebelumnya, selama 2021 dan 2022, GNRM dilaksanakan dalam bentuk pelatihan guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. GNRM mengusung 3 nilai utama yaitu integritas, gotong royong, dan etos kerja.
Pelatihan fokus pada guru sedangkan kemah lebih fokus kepada siswa. Membersamai kemah selama 2 hari memastikan saya pada kesimpulan bahwa penanaman karakter kepada siswa atau guru melalui kemah lebih lebih efektif dibanding pelatihan. Kegiatan kemah mulai dari mendirikan tenda, permainan, api unggun, perlombaan, hingga pentas seni, mengandung nilai integritas, gotong royong, dan etos kerja.
Kegiatan selama kemah bahkan memperlihatkan nilai dan kompetensi kepemimpinan, komunikasi, kreativitas, dan seni. Bakat seni tari tradisional dan drama pertunjukkan para siswa terlihat jelas saat malam pentas seni. Kegiatan ini juga memupuk kecintaan siswa pada budaya lokal. Bakat-bakat siswa akan tumbuh saat difasilitasi dan dilatih oleh pelatih yang profesional.
Bakat menulis siswa juga terlihat dalam lomba menulis pengalaman berkemah. Dalam waktu 30 menit mereka mampu menuliskan pengalamannya dengan baik. Sebagian tulisan mampu menjelaskan apa yang tersurat dan yang tersirat dari kegiatan kemah selama 2 hari.
Kemah tersebut memperkuat tesis dalam pelatihan GNRM bahwa 3 nilai utama terimplementasi atau terkandung dalam kegiatan-kegiatan di sekolah, mulai dari kurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, dan habituasi. Disadari atau tidak, siswa telah diajarkan dan dididik tentang nilai-nilai GNRM.
Kurikulum sekolah pasti mengandung ajaran kebaikan dan nilai-nilai utama. Tugas guru menegaskan kepada siswa bahwa mereka harus hidup dengan nilai-nilai tersebut agar memiliki kehidupan yang bahagia dan sukses; kehidupan yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan kebumian; kehidupan yang mementingkan kebaikan rakyat dan bangsa daripada kepentingan pribadi dan kelompok.
Masalah pendidikan karakter adalah mudah dituliskan dan diucapkan tetapi sulit dilaksanakan dalam kehidupan. Kegagalan pendidikan karakter karena guru-guru gagal menjadi teladan karakter utama dalam hidup mereka. Artinya pendidikan karakter intinya adalah kehidupan guru itu sendiri, disamping tentu saja kehidupan orangtua siswa dan masyarakat.
Pendidikan karakter tidak perlu dituliskan dalam panduan praktis, kurikulum, slogan, atau program, tetapi dijalankan dalam kehidupan oleh orang-orang dewasa di sekitar anak-anak sehingga mereka akan menirunya. Pengembangan karakter hanya efektif dilakukan melalui peniruan atau pemodelan dari orang dewasa kepada anak-anak.
Sebanyak apa pun program penguatan karakter tidak akan berhasil memengaruhi karakter siswa jika guru, orangtua, dan masyarakat tidak hidup dengan karakter-karakter tersebut. Hanya masyarakat beradab yang akan melahirkan generasi yang beradab. Hanya pendidik berintegritas yang melahirkan siswa berintegritas.
Maka yang dibutuhkan saat ini adalah kumpulan pendidik yang berintegritas selain cerdas. Kelompok orangtua yang bertanggung jawab selain mapan. Kumpulan masyarakat yang beradab selain berpendidikan. Para pemimpin yang negarawan selain pintar. Pendidikan karakter adalah tentang perilaku dan sikap kita sehari-hari. JM