SuaraGuru-Jakarta. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi hadir memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI yang digelar secara virtual, Selasa, 19 Januari 2021. RDP ini dilakukan DPR untuk mendengarkan masukan dan pandangan dari para pemangku kepentingan pendidikan dalam merespon Peta Jalan Pendidikan (PJP) 2020-2035 yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Selain memberikan masukan kepada DPR, PGRI juga menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun atau Focus group of Discussion (FGD) pada 2 Februari 2021 secara daring. Diskusi yang diinisiasi oleh Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan (LKKP) PB PGRI yang dipimpin Prof. Dr. Ace Suryadi, dihadiri oleh Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda dan anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah. Selain itu, FGD ini juga dihadiri Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah, Prof. Dr. Baedhowi;Ketua LP Maarif NU, Dr. Arifin Junaidi; Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji; Guru Besar UPI Bandung, Prof. Dinn Wahyudin dan Prof. Dasim Budimansyah; Yudi Latif PhD., dan sejumlah tokoh pendidikan Indonesia lainnya. Kegiatan FGD ini diikuti sekitar 7.000 peserta melalui zoom meeting dan live streaming Youtube PB PGRI,
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berharap PJP harus disusun berdasarkan potret nyata dunia pendidikan. “Potret pendidikan Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Itu adalah potret pendidikan yang nyata keberagaman, kesulitan itu belum menjadi landasan untuk menyusun PJP,” kata Unifah Rosyidi.
Hingga saat ini, Unifah beranggapan, penyusunan peta jalan pendidikan tidak berlandaskan latar belakang pemikiran dan kajian akademis yang jelas. Padahal, itulah yang dapat dijadikan modal untuk memahami kondisi berbagai wilayah Indonesia yang sangat beragam.
Lebih lanjut, pihaknya tidak menemukan konsep peta jalan untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab, rancangannya terlihat kurang berdasarkan bukti, pragmatis, dan terlalu teknis.
“Padahal PJP diminta untuk dijadikan sebuah peta negara untuk memastikan Indonesia ke depan dalam hal pendidikan, ini jadi tidak jelas apa yang ingin dicapai,” tambahnya.
Unifah melihat rancangan Kemendikbud ini seakan-akan Indonesia baru akan memulai perjalanannya di dunia pendidikan. Banyak arah kebijakan yang belum jelas. “Akhirnya tidak ada efisiensi dan seolah-olah memulai dari titik nol,” terangnya.
Langkah Kemendikbud yang ingin mengacu pada Programme for International Student Assessment (PISA) juga dirasakan masih kurang. Sebab masih banyak poin penting lainnya yang mesti digali. “Hal yang perlu dipertimbangkan adalah dengan berpegang kepada sebuah ukuran yang relevan dengan masalah sosial budaya yang real di masyarakat kita,” ujarnya.
Selain itu, PGRI menilai Peta jalan Pendidikan (PJP) yang disusun masih belum memberikan perhatian yang cukup pada peningkatan kompetensi guru. Ketua Umum PB PGRI ini mengatakan guru masih belum dijadikan prioritas di dalam PJP.
Bukan saja terkait guru yang sudah mengajar, namun dari pendidikan untuk guru. Mestinya, PJP mempersiapkan guru sejak mereka mengikuti pendidikan guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
“Di dalam PJP ini, guru hanya tempelan, bukan menjadi priority. Kalau itu tidak serius, maka mutu pendidikan kita tidak akan sampai pada apa yang kita inginkan,” kata Unifah.
Menurut Unifah, tidak tepat jika pemerintah hanya membandingkan hasil pendidikan nasional dengan negara lain. Pemerintah melakukan perbandingan pendidikan antarnegara namun hanya melihat dari sisi output-nya saja. “Hal yang perlu dibandingkan adalah kebijakan pendidikannya. Di dalam kebijakan tersebut, termasuk pengelolaan dan peningkatan kualitas guru. Jika secara kebijakan diperbaiki, maka output pendidikan nantinya juga akan mendapatkan hasil yang baik”, ujar Unifah.
“Kalau sekarang kita bicara benchmark Finlandia, Jerman, dan katakanlah Singapura, kita tidak pernah mem-benchmark kebijakan yang dilakukan. Padahal, transformasi pendidikan tidak pernah terlepas dari kebijakan pemikiran,” tukas Unifah.
Ketua Umum PB PGRI ini menilai, dengan memikirkan hasilnya saja, Indonesia akan terjebak pada keinginan untuk melompat ke masa depan tanpa mengukur capaiannya di masa lalu. “Bahwa, kualitas pendidikan tidak akan melebihi kualitas guru, dan kualitas guru tergantung pada policy-nya,” tegas Unifah. (CNO)