Oleh Jejen Musfah, Wasekjen PB PGRI
Benar saja Mendikbud Nadiem Makarim tidak memakai batik kusuma bangsa PGRI pada HUT Ke-74 PGRI dan HGN 2019 di Cikarang Bekasi (30/12). Padahal 37.756 guru memakai baju batik tersebut, termasuk para bupati penerima penghargaan Dwija Praja Nugraha.
Entah apa alasan Mas Nadiem tidak mau memakai baju PGRI. Hanya dia dan orang-orang di sekitarnya yang tahu. Padahal, Presiden Jokowi selalu memakai baju PGRI saat hadir di acara PGRI. Tidak sekali atau dua kali tetapi tujuh (7) kali.
Bagaimana perasaan puluhan ribu guru dan pengurus PGRI dari 34 provinsi saat itu? Termasuk perasaan Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi? Saya sendiri yang duduk tak jauh dari Nadiem dipenuhi pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab.
Apakah itu murni ide Nadiem atau bisikan orang-orang di sekitarnya? Apakah itu untuk menghormati aneka organisasi guru selain PGRI?
Bagaimana reaksi guru saat Nadiem membuka acara nanti? Akankah guru terpancing melecehkan Mas Menteri karena tidak memakai baju PGRI? Jujur, saya sangat cemas dan sedih membayangkan apa yang akan terjadi dalam hitungan menit ke depan.
Kecemasan saya hilang saat Unifah Rosyidi di sela sambutannya meminta Nadiem untuk berkenan memakai Jaket PGRI. Sungguh ide cerdas dan brilian di tengah kegalauan puluhan ribu guru dan pengurus PGRI.
Saya salut kepada pemilik ide ini. Apresiasi kepada Ketua Umum. Juga sangat bangga kepada mas menteri yang berkenan memakai jaket PGRI—mungkin di tengah tanda tanya dan perasaan yang berkecamuk. Allah Yang Maha Tahu rahasia hati hamba-Nya.
Foto pertama mas menteri dengan jaket PGRI dan ketua umum sangat indah. Memang Nadiem muda dan ganteng. Unifah cantik keibuan. “Saya dan Nadiem layaknya Ibu dan anak,” seloroh Unifah dalam sambutannya.
Foto kedua istri mas menteri memakaikan jaket PGRI ke Nadiem juga sama indahnya. Seolah berbisik kepada sang suami, “memakai jaket ini akan lebih baik dan memberi manfaat dibanding tidak”.
Kedua foto ini viral. Setidaknya di kalangan pengurus dan anggota PGRI. Saya sendiri merasa nyaman dan terharu memandangi kedua foto ini. Juga foto-foto lainnya yang menunjukkan lautan guru dengan batik kusuma bangsanya di Stadion Wibawa Mukti yang megah.
Nadiem sempat mencopot jaket itu. Entah merasa kekecilan atau kepanasan. Saya lagi-lagi cemas. Tapi ketika akan memberikan sambutan dan membuka acara, dia kembali memakai jaket tersebut. Juga saat memberikan penghargaan kepada guru dan kepala daerah.
Tak terjadi yang tak diinginkan saat mas menteri sambutan. Seperti teriakan huuu. Aman dan damai.
Saya juga senang dan bangga kepada Nadiem dan Unifah. Keduanya bersama-sama memberikan penghargaan kepada guru dan kepala daerah. Menyalami dan berfoto satu persatu. Perlu kesabaran dan jiwa besar mas menteri dan ketua umum.
Bunda Unifah bisa meyakinkan Nadiem untuk memberikan penghargaan. Mas menteri juga berkenan atas ajakan “Ibu”-nya. Padahal, pembawa acara tidak menyebutkan nama menteri untuk memberikan penghargaan.
Belakangan, saya juga melihat foto Kang Emil, Gubernur Jawa Barat memakai jaket PGRI di tengah-tengah guru. Terima kasih Kang. Konon, karena peristiwa di atas, jaket PGRI laris manis. Banyak guru mencari jaket ini.
Pada siang yang terik itu saya belajar pentingnya kesabaran, jiwa besar, memaafkan, tidak berprasangka buruk, welas asih, dan berdamai dengan keadaan. Terima kasih Bunda Unifah dan Mas Menteri.
Ibarat menonton sebuah film, kesan saya siang itu adalah akhir yang bahagia. Semoga kebahagiaan itu tak cepat berlalu.
Jadi siapakah sebenarnya pemilik ide jaket PGRI Nadiem di atas? Solusi cerdas di tengah kegalauan guru-guru PGRI. Sampai saat ini masih menjadi misteri. Termasuk perasaan mas menteri saat-saat dipakaikan dan memakai jaket tersebut.
Mungkin setelah tulisan ini naik, misteri itu akan terbuka. Saya tidak akan menuliskannya untuk publik, kecuali diminta dan atas izin yang bersangkutan.