jpnn.com, JAKARTA – Dituding menghambat guru honorer K2 (kategori dua) menjadi PNS, membuat Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi kaget.
Walaupun berita tersebut menjadi viral di kalangan guru honorer K2 maupun non K2, Unifah mengaku menerima dengan ikhlas.
“Sejak berita itu tayang, banyak telepon, SMS, WhatsApp masuk ke saya. Komentar saya yangq pertama adalah menerima dengan ikhlas sebagai risiko perjuangan. Berjuang untuk mereka kok malah dituduh. Marahkah saya? Tentu tidak!,” tulisUnifah dalam Twitter-mya @unifahr dan @pbpgri_official pada 23 Oktober.
Tudingan itu, lanjut Uni sapaan akrabnya, bisa dimaklumi sebagai bagian dari taktik berjuang meski tidak tepat serta salah sasaran. Bagaimana tidak? Menembak orang yang sangat gigih membela nasib honorer sama dengan menepuk air ke dulang terpecik ke muka sendiri.
Menurut Unifah, PGRI dalam berbagai keputusan menempatkan “penyelesaian honorer “ sebagai prioritas organisasi. Berbagai keberhasilan di daerah sampai ke tingkat nasional seperti tambahan penghasilan dari Pemda yang dirasakan oleh honorer di berbagai daerah, dan bentuk kesejahteraan lainnya adalah merupakan perjuangan PGRI sebagai kesatuan.
“Tulisan dan paparan saya di berbagai kesempatan dan permohonan kepada presiden dalam acara resmi yang dihadiri beliau, serta audiensi dengan kementrian terkait, saya sangat jelas memohon penyelesaian honorer. Pelan tapi pasti hal tersebut direspon dengan baik,” kata Unifah lagi dalam Twitter-nya.
Dua alternatif solusi yang ditawarkan PGRI adalah dalam jangka panjang merevisi UU ASN (Aparatur Sipil Negara). Dalam jangka pendek, mendesak pemerintah segera menetapkan PP PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dengan segala permohonan pengecualian yang berpihak kepada honorer. Hal ini menurut Unifah dilakukan demi menyelamatkan honorer yang telah berusia di atas 35 tahun karena tidak bisa mengikuti tes CPNS sesuai UU ASN.