Suara Guru – Jakarta. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (Ketum PB PGRI) mengamati kasus bunuh diri siswa SMP 147 Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur. Kasus tersebut masih dalam penelusuran dari pihak kepolisian, belum nampak benang merah dari motif tindakan tersebut.
Kejadian tragis itu terjadi Selasa, 14 Januari 2020 lalu. Korban berinisial N terjun bebas dari lantai 4 sekolahnya. Pihak sekolah mulanya mendengar suara seseorang jatuh, lalu diiringi teriakan. Korban langsung dilarikan ke klinik terdekat kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Tugu Ibu. Karena keterbatasan alat, dipindahkan kembali ke Rumah Sakit Kramat Jati. Setelah dua hari dirawat, siswi tersebut menghembuskan nafas terakhirnya Kamis (16/1/2020).
Disinyalir terjadi perundungan secara verbal yang dialami oleh siswi tersebut di sekolah. Sebelumnya korban pernah bercerita kepada sang kakak terkait perundungan yang ia alami di sekolah.
Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., Ketum PB PGRI turut prihatin dengan masih adanya kasus perundungan yang terjadi di sekolah. PGRI mendukung adanya sekolah yang ramah anak.
“Kami sangat prihatin dengan berbagai hal yang terkait dengan model bullying (perundungan) dan sebagainya. PGRI sangat mendukung sekolah ramah anak”, tutur Unifah di Istana Wakil Presiden, Rabu, (22/1/2020).
Terkait kasus meninggalnya siswi di salah satu SMP tersebut, PGRI meminta pihak yang berwenang menelusuri apa masalah yang dialami siswa tersebut baik di sekolah atau pun jika permasalahan terjadi di keluarga.
“Tetapi case misalnya yang meninggal kemarin yang di SMP, ya kami minta dilakukan penelusuran, jadi kami tidak ingin ada framming-framming lah ya. Jadi setelah adanya penelusuran ternyata ada problem lain, anak ini jam 16.00 WIB sore, sekolah sudah tutup ternyata ada permasalahan di keluarga”, pungkas Unifah.
Lanjut Unifah menjelaskan, “Jadi mengapa dia gak mau pulang, sehingga kita semua mempunyai kewajiban moral agar tidak boleh ada lagi perundungan”.
Apa pun bentuk perundungan atas nama fisik, verbal atau lainnya itu tidak boleh ada. PGRI akan terus bersama dengan pihak terkait untuk melakukan sosialisasi, pendidikan, agar sekolah ramah anak itu bisa dijalankan pada semua lini pendidikan.
“Kalau ada case-case, kami mohon itu tidak menjadi sesuatu yang general, tetapi ini memang ada problema penting yang harus diselesaikan”, jelas Unifah.
(wdy)