Oleh didisuprijadi
Sebagaimana di organisasi-organisasi bentuk lain, seperti organisasi bisnis, organisasi paguyuban, organisasi politik, atau bahkan organisasi pemerintahan, seorang pemimpin organisasi menempati posisi sangat sentral. Ia bukan sekedar representasi organisasi itu di ruang publik, namun bagaimana corak dan kebijakan organisasi tersebut ke depan akan banyak ditentukan oleh siapa yang memimpin organisasi tersebut. Karena peran pemimpin organisasi sangat penting, maka aturan-aturan mengenai pemilihan pimpinan organisasi juga menjadi sangat penting. Karena, sebagaimana dalam pemilu, perbedaan sistem dapat mempengaruhi perbedaan hasil. Karena peran pemimpin organisasi sangat penting, maka aturan-aturan mengenai pemilihan pimpinan organisasi juga menjadi sangat penting. Karena, sebagaimana dalam pemilu, perbedaan sistem dapat mempengaruhi perbedaan hasil
Ada beberapa pertanyaan tentang seberapa peran dari tata tertib pemilihan atau anggaran dasar ,anggaran rumah tangga yang mengatur pemilihan pengurus, seberapa sering perubahan sistem pemilihan tersebut terjadi? Apakah penentuan tersebut semata-mata dipengaruhi kepentingan partisan jangka pendek, atau apakah ada nilai-nilai lebih luas bagi masyarakat?
Begitu pentingnya sistem pemilihan (AD/ART atau tata tertib) tersebut, tidak heran jika selalu muncul upaya untuk mengubah aturan-aturan pemilihan dalam setiap kali kongres, muktamar, atau musyawarah nasional setiap organisasi. Hal itu disebabkan karena tata tertib atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pemilihan menjadi instrumen yang paling dapat dimanipulasi, dan bisa didesain untuk mencapai tujuan-tujuan dan hasil-hasil tertentu. Karenanya, jika ada pihak yang ingin memenangkan calonnya dalam kongres, muktamar, atau munas, maka tata tertib atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pemilihan menjadi instrumen yang paling mungkin dan paling efektif untuk direkayasa.
Secara umum pemilihan penguus di organisasi manapun baik pemerintah,sosial maupun politik ada dua type penentuan pengurusnya, yaitu ada secara botton up dan ada secara top down. Pemilihan pengurus secara botton up biasa dilaksanakan pada organisasi orgasasi besar seperti NU,Muhamadyah dan PGRI, sedangkan pemilihan pengurus secara top down kebanyakan dilakukan oleh organisasi partai politik atau organisasi massa lainnya..
Penentuan pengurus secara top down adalah pengusulan nama calon pengurus ditentukan dari atas biasanya orang yang mau menjadi penguruslah yang menyatakan diri menjadi kandidat bakal calon pengurus. Tidak jarang jauh hari sebelum pemilihan pengurus bakal calon sudah mendeklarikasikan diri untuk menjadi pimpinan suatu organisasi, jauh hari sudah mengkampanyekan dirinya. Seringkali karena pengurus organisasi itu bukan hanya satu orang maka akan terjadi penggabungan beberapa bakal calon pengurus yang bergabung untuk bersama sama mengkampanyekan agar bisa terpilih menjadi pengurus. Dalam hal pencalonanbila inisiatif pencalonan berasal dari kandidat, biasanya akan diikuti dengan usaha mengumpulkan dukungan menjelang kongres, munas, atau muktamar.
Penentuan bakal calon pengurus secara Top Down berbeda dengan penetuan bakal calon secara Botton up, penentuan bakal calon secara Botton up dilakukan dimana pengusulan bakal calon pengurus melaui dari bawah,hampir tidak ada bakal calon pengurus yang menyatakan dirinya menjadi bakal calon, bakal calon pengurus diusulkan oleh anggauta lain atau pengurus dari wilayah lain, kadang bakal calon sendiri tidak tahu bila dirinya itu diusulkan menjadi bakal calon pengurus. Dalam hal pencalonan bila inisiatif pencalonan berasal bukan dari kandidat,maka tidak akan diikuti dengan usaha mengumpulkan dukungan menjelang kongres, munas, atau muktamar.
Bagaimanakah pemilihan pengurus untuk memilih pemimpin di organisasi tertua PGRI? . pemilihan pengurus PGRI dilakukan dalam kongres 5 tahunan hingga masa bakti XXl saat ini. Mungkinkah kah akan mengadakan perubahan dalam tata cara pemilihan pengurusnya?
PGRI adalah organisasi perjuangan,profesi dan ketenaga kerjaan merupakan organisasi guru tertua yang ada di republik ini. PGRI lahir dari rahim proklamasi kemerdekaan republik indonesia ,tepatnya 25 Nopember 1945. PGRI seperti layaknya organisasi lainnya mempunyai mekanisme organisasi dalam perganitan pengurus . Pergantian pengurus PGRI dilakukan setiap 5 tahun sekali sesuai periode masa baktinya, saat ini pgri di usia 73 tahun menginjak periode masa bakti XXl. Dalam catatan sejarah PGRI tidak pernah terjadi masalah akibat pergantian pengurus baik sebelum maupun sesudah pergantian pengurus.
Tata cara pergantian pengurus PGRI dari tingkat nasional pengurus besar sampai ketingkat kelurahan pengurus ranting, sesuai dengan Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Pasal 25 ayat 2,adalah bakal calon pengurus besar,provinsi,kab/kota ,pengurus cabang dan ranting disamping mempunyai syarat umum, juga mempunyai syarat khusus. Syarat khusus yaitu pernah duduk dalam kepengurusan organisasi pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 tingkat dibawahnya, kecuali untuk pengurus cabang atau ranting. Berdomisili atau bekerja ditempat atau sekitar tempat kedudukan pengurus. Tidak merangkap jabatan pengurus badan pimpinan organisasi di wilayah atau ditingkatan lainnya dan tidak menduduki jabatan dipengurus lebih dari dua kali msaa bakti berturut dalam jabatan yang sama.
Pemilihan pengurus PGRI tingkat nasional dalam hal ini pemilihan pengurus besar ,bertahap dan agak panjang,mekanisme Pengusulan bakal calon pengurus dilakukan sebagai berikut,
Pertama, nama bakal calon pengurus diusulkan oleh pengurus pgri kab kotai, nama yang diusulkan bisa dari anggota pgri dalam kab kota yang bersangkutan atau dari kab kota lainnyadi seluruh indonesia, bisa anggota pengurus provinsi atau bisa juga pengurus . Contohnya bila bakal calon untuk pengurus besar maka nama tersebut wajib pengalaman menjadi pengurus di tingkat kab kota sebelumnya, begitu juga seterusnya untuk pengurus provinsi dan pengurus kab/ kota.
Kedua,nama nama bakal calon dikumpulkan dan diverifikasi oleh panitia pemilihan dalam kongres yang khusus dibentuk untuk memverifikasi kebenaran dan keabsahan bakal calon , nama nama bakal calon diurut berdasarkan alfabet lalu disyahkan dalam pleno kongres. Bakal nama calon yang disyahkan ini akan berlaku selama periode masa bakti pengurus tersebut. Artinya nama nama calon yang telah ditetapkan itu berlaku selama periode masa bakti pengurus, jadi bila ada penggantian pengurus antar waktu maka wajib mengambil dari nama nama calon yang sudah disyahkan dan ditetapkan oleh kongres.
Ketiga, pemilihan pengurus besar PGRI melalui sistem formatur dengan tahapan memilih F1 untuk calon Ketua Umum, F2 untuk calon tujuh orang Ketua dan F3 untuk memilih calon sekertaris jendral. Urutan pelaksanaan pemilihannya dimulai dari F1,terus F2 lalu terakhir F3. Hasil pemilihan F1,F2 dan F3 ini bersama sama sebagai formatur untuk menyusun dan melengkapi kepengurusan pengurus besar PGRI . nama nama untuk membentuk susunan pengurus diambil dari nama nama calon tetap yang sudah disyahkan dalam kongres.
Keempat, susunan kepengurusan pengurus besar pgri di ambil sumpah dan janji di depan peserta kongres.
Dengan tahapan pemilihan pengurus besar seperti tersebut tentu ada kelemahan dan kelebihannya,diantara kelemahan nya adalah,
a, Terkesan terburu buru pembentukan pengurus lengkap karena harus saat itu juga formatur membentuk personalia pengurus dan saat itu juga pengurus dilantik dan diambil sumpah janjinya dihadapan peserta kongres.
b, bagi anggaota muda atau anggauta baru di PGRI seakan akan tidak bisa langsung menjadi pengurus besar karena ada ketentuan pengalaman menjadi pengurus sebelumnya minimal dua tingkat di bawahnya,
- bagi anggauta yang berpaham kebebasan dalam memilih ,pemilihan model ini tidak bisa memilih anggauta atau tokoh diluar yang sudah disyahkan dan ditetapkan sebagai nama nama calon pengurus. Anggauta zaman now tidak bisa mengkampenyaken tokoh atau idola yang akan dijagokan sebagai calon pengurus karena tidak ada agenda kampanye dan debat visi misi.
Adapun kelebihan dari sistem pemelihan pengurus dengan usulan calon pengurus melalui botton up diantaranya adalah sebagai berikut,
a, sistem pemilihan di pgri dapat mencegah kemunculan calon yang tidak punya track record di organisasi ini. Dengan sistem pencalonan yang bersifat bottom up dimana bakal calon pengurus bukan mencalonkan diri melainkan dicalonkan oleh orang lain. Persyaratan yang ketat karena harus pengalaman menjadi pengurus minimal dua tingkat dibawahnya, dengan demikian akan sulit bagi tokoh manapun yang tidak dikenal secara baik oleh pengurus di tingkat kab/kota dan provinsi untuk diajukan sebagai bakal calon pengurus.
b, sistem pemilihan di pgri dengan usulan bakal calon bersifat botton up ,maka tidak ada pilihan calon tokoh X, calon tokoh Y ataupun calon tokoh Z, artinya semua bakal calon adalah tokoh yang wajib dipilih dan berhak jadi pengurus. Dengan demikian organisasi relatif mampu terhindar dari munculnya intervensi dari kekuatan politik eksternal baik dari parpol maupun pemerintahan. Sebagai sebuah Ormas besar yang memiliki bobot politik sangat besar, organisasi ini tentu menarik minat dari kekuatan-kekuatan politik eksternal untuk ikut “bermain”. Terutama mendukung calon yang dianggap “ramah” dengan kekuatan eksternal tersebut, dan/atau tidak mendukung calon yang dianggap “tidak ramah”.
c, sistem pemilihan di PGRI juga dapat menjaga kontinuitas kepengurusan. Di PGRI tidak dikenal terjadinya pergantian sepenuhnya sebuah rezim oleh rezim berikutnya, sebagaimana di parpol atau ormas lain. Hal ini dikarenakan Formatur terpilih bersama sama menyusun pengurus didasarkan pada daftar nama bakal calon pengurus yang sudah ditetapkan,tinggal memilih kecocokan dengan struktur dan fungsi sesuai kompetensinya. Formatur terpilih berjumlah 9 orang sulit untuk menyusun pengurus sekehendak hatinya serta tidak bisa mengambil nama bakal pengurus diluar nama yang sudah ditetapkan.
Berbeda dengan organisasi massa lainnya yang pemilihan nya bersifat top down , dimana pengurus terpilih bisa semaunya menyusun kepengurusan sesuai dengan keinginan pengurus terpilih. Akibatnya terjadi kubu kubu an ,anggauta akan terbelah dalam blok blok an antara tokoh yang terpilih dengan tokoh yang tidak terpilih
PGRI sebagai bagian komponen bangsa dan ikut menentukan arah kemajuan bangsa tentunya ikut bertanggung jawab juga terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Bila PGRI gaduh hanya karena pergantian pengurus maka ini juga akan mempengaruhi kegaduhan di negara ini, PGRI tidak boleh ikut bagian yang membuat kegaduhan hanya gara gara persoalan pergantian pengurus. Dengan tata cara pemilihan pengurus yang bersifat Botton Up seperti tersurat dalam anggaran dasar dan rumah tangga sudah terbukti dapat menjadikan besar dan kuat nya PGRI. Berharap,kedepan PGRI dengan pengalaman panjangnya dalam menghadapi pergantian pemimpin,untuk tidak merubah tata cara pemilihan pengurus melalui perubahan anggaran dasar anggaran rumah tangga. Insyaallah