SuaraGuru – Jakarta. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambangi kantor Wapres, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020). Kedatangan tersebut untuk menyampaikan berbagai pemikiran terkait pendidikan. Salah satu pemikiran yang disampaikan PGRI pada Wakil Presiden RI, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, yaitu tentang status guru honorer. Ketua Umum PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd. menyesalkan adanya rencana penghapusan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.
Rencana penghapusan guru honorer di lingkungan pendidikan menjadi polemik tersendiri. Di tengah-tengah permasalahan krisis kekurangan guru kini muncul wacana penghapusan tenaga honorer. Bagaimana bisa dunia pendidikan kita akan maju tanpa didukung oleh tenaga pendidik yang memadai? Hal tersebut perlu dikaji kembali dan segera diimplementasikan dengan solusi konkret mengenai keberadaan guru honorer.
Sebab jika tenaga honorer dihapuskan di lingkungan pendidikan pada suatu daerah, maka sekolah bisa lumpuh. Perlu dilihat kembali time linenya kapan dibutuhkan dan kapan perlu distop, ujar Unifah.
Karena sekolah-sekolah di daerah sangat didominasi oleh guru tenaga honorer. Contohnya saja di satu sekolah, guru PNS hanya terdiri dari satu atau dua orang saja selebihnya guru honorer. Keberadaan guru honorer sangat membantu, karena faktanya guru PNS hanya sekitar 48% dari populasi yang ada, berdasar data dari kemendikbud tahun lalu, imbuh Unifah.
Pengabdian guru honorer banyak yang sudah mencapai puluhan tahun patut diapresiasi dan diberikan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam tes. Tidak hanya guru honorer K2 saja yang diberikan kesempatan mengikuti tes PPPK. Terpenting untuk honorer yang memenuhi syarat PPPK silahkan mengikuti tes agar mereka mendapatkan kesempatan yang sama.
Lebih lanjut Unifah menjelaskan, guru honorer usia 35 tahun ke atas harus diberikan kesempatan mengikuti tes PPPK untuk menentukan kejelasan nasib mereka.
Permasalahan guru honorer yang sudah lulus agar segera diangkat sebagai PNS PPPK supaya kita bisa move on dari proses rekrutmen yang baru. “Terpenting adalah antara mutu dan kesejahteraan harus berjalan seiring. Perlu ada penyelesaian dalam masalah tenaga honorer ini,” jelas Unifah.
(wdy/CNO)