Suara Guru—Bogor. “Mewakili kerinduan guru kepada presiden, yang sering ditanyakan kepada saya, sekarang lunas sudah. Antusiasme guru yang datang dari berbagai penjuru negeri untuk bertemu Presiden RI sangat besar. Di luar ada sekitar 15.000 guru yang tidak tertampung di ruangan ini. Mohon Bapak Presiden berkenan menyapa mereka setelah acara ini.”
Demikian disampaikan Plt. Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi dalam acara Hari Guru Nasional (HGN) dan HUT Ke-71 PGRI di SICC, Bogor, Minggu (27/11). Acara tersebut dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi, Menteri Kabinet Kerja, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Puan Maharani, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Unifah menjelaskan, musim kemarau telah berlalu. Jangan lagi pisahkan PGRI dengan Presidennya. PGRI yang lahir dari rahim revolusi bertekad kuat mengawal perjuangan bangsa, persatuan, setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah Republik Indonesia.
“Untuk transformasi pendidikan, PGRI mendorong melalui kelas, dan guru wajib mendidik dengan kasih sayang melalui kebaikan, memberi contoh, menghormati perbedaan, memintal tenun kebangsaan, memupuk persaudaraan, memotivasi peserta didik berlari meraih prestasi,” tegasnya.
Menurut Unifah, pendidikan karakter harus menjadi ruh dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru Indonesia harus memacu diri untuk berubah. Tidak mudah menyerah karena keterbatasan. Riang gembira memilih profesi guru untuk ditekuni dengan penuh kesadaran. Ruang kelas dan lingkungan sekolah harus harus jadi pusat kebudayaan.
Di hadapan Jokowi dan Ibu Iriana Jokowi yang berpakaian PGRI dan ribuan guru yang memadati gedung SICC, Unifah menjelaskan bahwa dalam mengatasi masalah-masalah guru selama ini, PGRI selalu melakukan dialog dengan Kemendikbud dan Kemenag. “Respon kedua Kementerian itu sangat baik,” tegasnya. (JEN)