Jakarta, Suara Guru—“Saya kangen bertemu PGRI. Saat menjadi wali kota Solo, paling tidak dua hingga tiga kali saya bertemu dengan PGRI,” demikian disampaikan Presiden Jokowi pada acara makan siang bersama pengurus PGRI dari seluruh Indonesia, Rabu (26/10/2016), yang disambut tepuk tangan meriah hadirin.
Jokowi berharap tidak ada prasangka kepada dirinya terkait pelaksanaan Hari Guru Nasional (HGN) dan HUT PGRI pada tahun lalu. “Jangan serius-serius,” katanya sambil menyerahkan mikrofon kepada Plt. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi. Presiden hanya bicara singkat pada sesi pertama ramah-tamah siang itu, padahal sudah disiapkan dua halaman naskah sambutan untuknya.
“Lebih kangen lagi kami kepada Bapak Presiden,” jawab Unifah disambut tepuk tangan meriah. Unifah menjelaskan, PGRI yang memiliki 54 Perguruan Tinggi dan 6000 sekolah solid mendukung program nawacita Presiden. “Nawacita harus berlanjut. PGRI siap berkhidmat untuk pendidikan dan menjadi bagian solusi,”
Unifah menjelaskan bahwa Mendikbud Muhadjir yang saat itu hadir mendampingi Jokowi sangat sayang kepada PGRI. Buktinya SMS kami selalu dibalas, juga mengunjungi sekolah-sekolah yang rusak karena banjir di Garut. “Bapak Presiden tidak salah memilih menteri,” tuturnya.
Selanjutnya Unifah menekankan persoalan guru, “Tolong guru honorer yang memenuhi syarat diangkat menjadi PNS.” Unifah menutup sambutannya dengan memohon kehadiran Presiden dan Ibu, serta para menteri pada peringatan HGN dan HUT PGRI November 2016 mendatang di Sentul. “Mohon juga kesediaan Presiden hadir dalam peresmian Gedung Guru November mendatang,” katanya.
Menegaskan harapan PGRI agar Presiden Jokowi hadir pada peringatan HGN dan HUT PGRI nanti, Unifah memberikan baju batik PGRI kepada Jokowi di akhir acara. “Agar Bapak dipastikan bisa hadir,” tuturnya. Sedangkan Ketua PGRI Kota Sukabumi Dudung Koswara menyatakan, “Bapak Presiden yang kami banggakan, orangtua kami itu ada tiga: Presiden, Mendikbud, dan Ketum PB PGRI.”
Dialog
Pada sesi dialog, beberapa perwakilan PGRI dari daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, Papua, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Madiun, dan Jawa Barat menyampaikan beberapa hal kepada Presiden dan Mendikbud, di antaranya: UU perlindungan guru, guru non-PNS bisa diangkat oleh Gubernur, PGRI adalah organisasi profesi, PGRI adalah organisasi kebutuhan bukan kepentingan, regulasi organisasi profesi, sertifikasi guru diberikan kepada PGRI, Pelatihan revitalisasi LPTK, kesetaraan PTN dan PTS, dan hibah untuk PTS sangat kecil.
Pengurus PB PGRI Mohammad Abduh Zen menyampaikan pandangan bahwa, “Pemerintah sudah saatnya fokus pada agenda penting, yaitu desain penyelesaian kekurangan guru, KIPP, pendidikan karakter, dan pungutan liar di sekolah”
Arahan
Presiden Jokowi menjawab pertanyaan dan harapan pengurus PGRI secara umum. Pemerintah konsentrasi pada sekolah vokasional (SMK), pemerataan pendidikan di daerah, terutama bagi keluarga tidak mampu dengan pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan pendidikan karakter. “Dalam satu minggu saya bisa tiga hingga empat hari ke daerah, problem di daerah umumnya sama bahwa akses pendidikan belum merata,” katanya.
Jokowi menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat penting. Persoalan bangsa ini sesungguhnya terletak pada moral. Moral bangsa ini harus dibenahi dengan revolusi mental. “Etika harus di atas hukum. Tidak akan ada orang yang dihukum kalalu sudah berkarakter,” katanya.
Jokowi setuju terhadap permintaan PGRI untuk diberikan kewenangan dalam mensertfikasi guru. “Saya setuju PGRI sebagai organisasi profesi,” kata Jokowi. Menurutnya, PGRI harus dilibatkan dalam menyelesaikan persoalan keguruan, karena mereka menguasai kondisi, data, dan teori.
Selain jamuan makan siang dengan Presiden, satu persatu pengurus PGRI juga diberi kesempatan foto bersama dengan Presiden. Pengurus PGRI pusat dan daerah merasa berterima kasih kepada Presiden dan Mendikbud karena selain bisa bercengkrama dan menyampaikan ide dan harapan, mereka juga membawa kenangan istimewa ke daerah masing-masing, yaitu foto bersama presiden. (Jen)