Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Ketua PGRI Kota Sukabumi)
Hari ini seluruh guru di Indonesia kehilangan sosok terbaik. Prof. Dr. H. Moh. Surya telah kembali pada Illahi. Ia adalah sosok paling luar biasa dalam sejarah guru Indonesia. Ia melahirkan sejumlah cendikiawan dan pejuang pendidikan. Termasuk Dr. Sulistiyo dan Dr. Unifah Rosyidi adalah tokoh nasional didikan beliau.
Jasa beliau dalam dunia pendidikan tak terhitung. Sejak menjadi guru SD sampai menjadi guru besar di pasca sarjana, ribuan anak didiknya telah lahir. Prof. Surya bagaikan Sang Surya menyinari dunia pendidikan kita. Hal yang paling monumental adalah lahirnya UURI No 14 Tahun 2005. Anggaran pendidikan 20 persen adalah jasa perjuangan beliau.
Selamat jalan Bapakku. Sejumlah perjuanganmu demi guru dan demi pendidikan akan terukir abadi dalam rekaman kolektif di ingatan para guru Indonesia. Sungguh bahagia Saya dapat mengenal Bapak. Sungguh bercahaya wajah Bapak setiap kami bertemu. Bahkan sampai saat-saat terakhir cahaya wajahmu tetap terlihat.
Ada yang aneh dan selalu terjadi saat bertemu dengan Bapak. Air mata selalu berlinang. Rasanya hati dan pikiran ini selalu melelh dan melow bila berhadapan denganmu. Hati dan pikir ini selalu berkata, “Ya Allah sosok ini, dihadapanku adalah sosok yang sederhana, namun Ia telah menyebabkan jutaan guru sejahtera.”
Saya selalu terharu, campur aduk atas kekaguman dan rasa dosa dalam diri sebagai guru dan pengurus organisasi profesi. Betapa rasa berdosa kami para guru bila lupa dan melupakan Bapak sebagai “pahlawan sertifikasi”. Kesejahteraan kami para guru buah perjuangan Bapak. Bapak betapa hebat, khidmat dan bermanfaat bagi umat.
Bapak sudah “hatam” menjadi guru. Bapak adalah gurunya guru. Bapak telah menjadi seorang guru yang tak putus-putus mendidik dan mengajar selama 60 tahun. Bapak adalah pejuang pendidikan. Bapak adalah pendidik pejuang. Kami sebagai anak didik dan anak kandung dari spirit perjuangan Bapak akan meneladani langkah perjuangan Bapak.
Sungguh indah bila hidup penuh manfaat dan seumur hidup berkhidmat pada kehidupan sesama manusia. Hidup hanya satu kali namun jasa dan amalan saat kita hidup, akan selamanya hidup. Tidak ada kematian bagi para pahlawan. Prof. Surya adalah pahlawan sertifikasi. Ia akan abadi dalam rekaan kolektif para guru sebagai “penolong” kehidupan Oemar Bakri.
Beberapa kali Saya berkunjung ke rumahnya yang sederhana di Geger Kalong. Kadang parkir mobil pun agak sulit. Inikah kehidupan pejuang sertifikasi guru. Sederhana, apa adanya dan jauh dari hidup mewah. Beliau begitu tawadhu dan bahagia dalam kesederhanaan. Namun dibalik kesederhanaan itu, Saya menagkap api semangat. Semangat memperjuangan dan menjaga martabat guru.
Komunikasi melalui WA sering Saya lakukan. Bahkan kami berencana tanggal 3 November akan mengadakan peringatan mengenang 60 tahun beliau menjadi guru. Rencanannya diadakan di IPI Garut. Namun karena Beliau sakit dan dirawat. Rencana kegiatan diundur sampai tanggal 24 November 2018. Ditemani Raden Caca Danuwijaya saat di RS Advent, Saya masih ingat sejumlah pesan beliau terkait pendidikan, guru dan PGRI.
Sahabat pendidik, sahabat guru se Indonesia marilah kita menjadi pendidik dan pejuang pendidikan yang baik. Sebagai pendidik marilah kita berikhtiar agar kelak dari sejumlah murid kita terlahir sosok-sosok menyerupai Prof. Surya. Sebagai pejuang organisasi profesi marilah kita tingkatkan khidmat di organisasi PGRI. Teladani Prof. Surya, jalan perjuangan guru dan pendidikan pasti lebih baik.
Peribahasa “Esa hilang dua terbilang” menjelaskan efikasi diri sosok Prof. Surya yang sangat gigih berjuang untuk guru, untuk pendidikan dan untuk Indonesia. Sulit rasanya menemukan sosok pejuang pendidikan sekelas Prof. Surya. Namun kita harus yakin dan tetap semangat. Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamnnya. Allah maha mengatur, mari kita ikut aturan Allah.