Suara guru – Jakarta. Tuntutan untuk segera menjadi PNS kadang membuat dilema untuk para honorer k2 khususnya kaum hawa. Di satu sisi mereka ingin memperjuangkan hak-hak mereka untuk dapat lebih sejahtera dengan datang ke Ibu kota menyampai aspirasinya kepada sang pemegang mandat rakyat, tetapi dalam waktu yang bersamaan mereka harus juga meninggalkan keluarga termasuk anak – anak didalamnya tak terkecuali balita.
Sekilas ada penampakan yang berbeda pada demo honorer k2 kali ini. Terlihat seorang ibu tampak lesu menatap harapannya bersama kawan – kawan seperjuangan didepan istana negara dengan menggendong anaknya yang masih balita. Lesu mukanya amat beralasan, karena sedari pagi hingga jelang mentari diatas ubun – ubun kepala harapan untuk bertemu sang presiden untuk menyampaikan harapan tidak kunjung kelihatan.
Teman – teman negosiator utusan dari mereka (honorer) tak kunjung mendapat kepastian, namun dalam penatnya perjuangan ibu tersebut masih tampak kuat untuk membersamai sang balita dalam perjuangan menggapai kesejahteraannya.
Meski spanduk “PNS Harga Mati” terpajang, rasanya perjuangan honorer k2 kali ini masih panjang dan belum menggapai titik temu sesuai harapan. Pemerintah masih tetap teguh dalam putusannya untuk membatalkan pengangkatan honorer k2 sebagaimana telah ditegaskan oleh Yudi Crisnandi, serta tak kunjung diterimanya utusan honorer untuk masuk istana hingga menjelang matahari diatas ubun – ubun para pendemo. TYS